Stagnasi Struktur Ekonomi

PEREKONOMIAN makro pada mayoritas wilayah, termasuk perekonomian DIY, memiliki profil permasalahan pembangunan yang segaris. Fenomena kemiskinan, ketimpangan, dan ancaman jebakan stagnasi ekonomi menjadi problem serius yang harus dicari jalan keluarnya.

Kesenjangan ekonomi dan kemiskinan tidak lepas dari rantai pengangguran yang rasionya masih tinggi. Tahun 2015 tercatat pengangguran sebanyak 6,18%. Angka tersebut menurun tipis pada tahun 2016 menjadi 5,61%. Apabila konsisten terjadi tren penurunan angka pengangguran sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, maka masih ada harapan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.

Kesempatan kerja terus diperluas sejalan dengan penambahan unit usaha. Pada sepuluh tahun terakhir, tercatat ada kenaikan jumlah unit usaha di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,7% per tahun. BPS mencatat pada tahun 2006, ada sebanyak 22,73 juta unit usaha. Jumlah tersebut meningkat sebesar 17,51% menjadi 26,71 juta pada tahun 2016.

Peningkatan jumlah unit usaha tidak diikuti perubahan struktur pelaku usaha, dimana skala ekonomi mayoritas tetap usaha mikro dan kecil. Tercatat tahun 2016 ada sebanyak 26,26 juta unit usaha mikro dan kecil skala atau 98,33%, sedangkan sisanya yakni 0,45 juta unit atau hanya 1,67% yang skala usahanya menengah dan besar. Fakta ini mengonfirmasi bahwa ekonomi rakyat yang dicirikan skala mayoritas mikro dan kecil menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja dan sebagai sumber penghidupan mayoritas penduduk di Indonesia.

Struktur pelaku ekonomi berbentuk piramida yang sangat runcing pada ujung atas secara relatif mengindikasikan daya kompetisi yang rendah. Dalam hal pengupahan, mayoritas usaha mikro dan kecil hanya mampu memberikan tingkat upah minimum. Sehingga jumlah besar pada level bawah piramida pelaku ekonomi harus mulai ditransformasi secara gradual menjadi bentuk ketupat, dimana ada kenaikan skala ekonomi sehingga jumlah pelaku ekonomi skala menengah akan lebih banyak yang berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja sekaligus ada perbaikan tingkat upah pekerjanya.

Selain stagnasi struktur pelaku ekonomi dimana mayoritas skala mikro dan kecil, dari sisi distribusi terjadi konsentrasi geografis yang memusat pada wilayah Jawa yakni 60,74% dan sebagian di Sumatera yang berimplikasi pada pelanggengan kesenjangan sosial ekonomi secara spasial. Masifnya pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia Timur diharapkan mendorong kegiatan ekonomi lokal sehingga tidak terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera. Dalam konteks ini, agenda peningkatan skala ekonomi untuk memperbanyak jumlah pelaku usaha skala menengah harus paralel dengan penumbuhan pelaku ekonomi di kawasan Indonesia Timur.

Untuk memastikan terjadinya akselerasi transformasi struktur pelaku ekonomi, ada beberapa agenda strategis pembangunan ekonomi yang perlu dilakukan. Di antaranya adalah memperkuat pranata ekonomi yang memastikan terjadinya efisiensi ekonomi pada skala makro maupun mikro. Kunci sukses pada agenda ini terletak pada penegakan hukum yang ketat dan debirokratisasi layanan publik yang terjadi pada semua level pemerintahan. Dengan demikian, semua kaidah good governance dan clean government terujud dalam pemerintahan dan menjadi jiwa birokrasi dalam pelayanan publik.

Memperluas jaringan infrastruktur yang mendorong integrasi ekonomi nasional. Pada setiap wilayah memiliki kawasan ekonomi. Baik yang berupa kawasan industri, kawasan ekonomi eksklusif, kawasan peruntukan industri maupun sentra-sentra industri yang semuanya menjadi lokus produksi skala besar maupun ekonomi rakyat memerlukan akses mobilitas yang efisien dan memadai untuk kelancaran penyediaan baku maupun distribusi hasil produksi.

Menjaga stabilitas moneter dan sektor perbankan sebagai daya dukung pembangunan sektor riil. Sistem perbankan yang inklusif menjadi target kebijakan sektor moneter yang mengakselerasi kebutuhan permodalan dan lalulintas keuangan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk ekonomi rakyat. Selain itu, kebijakan penumbuhan keuangan sosial menjadi bagian penting dalam kebijakan moneter dan perbankan.

Memperluas pemanfaatan teknologi digital untuk kegiatan ekonomi dan bisnis khususnya bagi ekonomi rakyat. Masifnya teknologi digital menjadi peluang dalam meningkatnya rasio wirausaha melalui penumbuhan wirausaha baru. Literasi teknologi menjadi kebutuhan untuk memperkuat daya saing pelaku ekonomi, khususnya ekonomi rakyat.

(Ahmad Ma’ruf. Prodi Ilmu Ekonomi UMY, pengurus ICMI DIY dan peneliti Inspect. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 5 Juli 2017)